Contoh Essay Perjalanan Yang Menimbulkan Rasa Cinta Terhadap Tanah Air
PERJALANAN YANG
MENIMBULKAN RASA CINTA TANAH AIR
Cinta Tanah Air
Indonesia, negeri dengan luas
daratan 1.904.569 km2 yang terdiri dari 17.504 pulau, 1.331 etnis
serta 742 bahasa daerah. Menakjubkan bukan? Penduduknya menempati posisi ke-4
terbanyak di dunia, mencapai 326.625.791 juta jiwa. Dan saya sebagai salah satu
anak bangsanya. Satu dari sekian ratus juta jiwa. Lantang mengatakan pada dunia
dan mengaku bahwa cinta terhadap tanah airnya.
Setiap orang memiliki cara yang
berbeda untuk mengekspresikan rasa cintanya bukan? Begitu juga
pengimplementasian dari rasa cinta terhadap tanah air, ada berbagai cara
mengekspresikannya. Cara mengekspresikannya terkadang dipengaruhi oleh
pekerjaan, kemampuan, dan beberapa aspek lainnya.
Keberagaman pengimplementasian
cinta terhadap tanah air dapat dengan mudah ditemukan dalam setiap komponen
masyarakat. Seperti salah satu bentuk rasa cinta tanah air dari orang nomor
satu di Indonesia, yang mencintai nusantara melalui kebijakan-kebijakan yang
diharapkan mampu menjadikan nusantara lebih baik. Seperti atlet yang berlatih
keras selama bertahun-tahun demi dikibarkannya sang saka merah putih sebagai
pemenang suatu kompetisi di kancah dunia karena prestasinya.
Saya mencintai Indonesia dengan
sederhana. Dengan cara yang mampu saya lakukan dalam bentuk nyata, tidak
sekedar ucap dan rasa bahwa cinta terhadap tanah airnya. Karena bukankah mudah
jika hanya merasa dan mengaku cinta kepada Indonesia? Bagaimana mungkin saya
tidak mencintai negeri dimana saya dilahirkan dan dibesarkan, sedangkan negeri
ini saja mampu memikat hati orang-orang yang hanya singgah untuk sekedar
berlibur umtuk melepas penat.
Tinggal di provinsi dimana pusat
pemerintahan negara dijalankan, yaitu DKI Jakarta, tidak menjadikan saya apatis
terhadap kota lain. Hasrat ingin berkunjung ke wilayah lain bukan hanya
untuk menyegarkan pikiran dan memanjakan mata, namun ingin lebih mengenal
sosial budayanya selalu ada. Salah satu hasrat yang muncul dengan dasar cinta
terhadap tanah air, dengan maksud ingin mengenalnya lebih mendalam.
Saya pernah berkunjung ke
beberapa kota di nusantara. Di antaraya yaitu kota pelajar, kota periangan, dan
kota yang terkenal dengan kelezatan kapal selamnya. Sejujurnya, semua
perjalanan ke tiga kota tersebut terjadi karena adanya keperluan, namun tetap
saja didalmnya terdapat hasrat untuk mengenal kota-kota tersebut secara keseluruhan.
Kota pertama yang pernah saya
singgahi adalahYogyakarta, atau yang dikenal
sebagai kota pelajar. Yogyakarta
merupakan kota yang istimewa. Keramahan penduduknya bukan sekedar omong
kosong belaka, namun nyata saya rasakan. Bagaimana orang-orang yang tinggal
disana, saling bertukar senyum kepada saya ketika berpapasan pada gang-gang
perumahan yang tertata dengan rapi tanpa sungkan, terlihat tulus dan ramah,
bahkan kepada teman-teman saya yang berkulit putih dan bermata sipit juga yang
berkulit hitam dan berambut keriting. Siapa bilang keberagaman tidak indah?
Keberagaman sangatlah indah jika terdapat toleransi didalamnya.
Saya yang saat itu masih duduk di bangku kelas 6 sekolah
dasar,
berkesempatan menjelajahi beberapa tempat bersejarah disana, antara lain yaitu
Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Setiap tempat yang saya kunjungi
menyadarkan saya akan betapa hebat sejarah yang dimiliki Indonesia. Di sisi
lain saya merasa bahwa apa yang saya ketahui tentang Indonesia sangatlah
sedikit. Moment ini menumbuhkan rasa keingintahuan saya terhadap
sejarah-sejarah dari bangunan bersejarah lainnya.
Candi yang pertama kali saya
kunjungi yaitu Candi Borobudur. Candi yang merupakan salah satu warisan UNESCO.
Hebat bukan? Borobudur juga menjadi satu dari sembilan keajaiban dunia. Candi
yang dibangun pada abad ke-7 ini memiliki arsitektur yang luar biasa. Proses
pembangunan candi borobudurpun masih menjadi sebuah misteri karena pada abad
ke-7 manusia belum mengenal perhitungan arsitektur yang canggih.
Nilai seni dari candi borobudur
terbilang tinggi. Candi ini dihiasi dengan 2.672 relief dan 504 araca Buddha.
Jumlah tersebut menjadikan Candi Borobudur sebagai candi yang memiliki koleksi
relief terbanyak dan terlengkap di dunia. Perlu diketahui, bahwa ukiran pada
relief Candi Borobudur memiliki makna tentang pemahaman manusia terhadap
kehidupan dunia dan keyakinan religi manusia pada masa pembangunannya.
Selain candi borobudur, saya juga
menyempatkan diri berkunjung ke Candi Prambanan, atau yang dikenal sebagai Candi
Roro Jonggrang. Candi Hindu terbesar di Indonesia ini dibangun pada abad ke-9 Masehi.
Sama halnya dengan candi Borobudur, candi ini juga merupakan Situs Warisan
Dunia UNESCO. Arsitektur bangunannya berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan
arsitektur Hindu pada umumnya dengan Candi Siwa sebagai candi utamanya memiliki tinngi yang menyentuh
angka 47 meter.
Berkunjung ke dua candi tersebut
mengingatkan saya
bahwa sejarah perkembangan Indonesia tidak hanya dibangun oleh umat Isalam yang
merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia saat ini. Namun umat Hindu maupun
Buddha juga ikut berkontribusi dalam perkembangan peradaban di Indonesia. Maka
sudah sepatutnya kita sebagai anak bangsa, saling menghormati kepercayaan
antara satu dengan yang lain, selagi tidak mengancam atau bertentangan dengan
Ideologi Bangsa.
Tidak hanya melalui kisah dibalik
peninggalan-peninggalan sejarah ataupun keindahan dari bangunan bersejarahnya yang membuat saya
semakin jatuh hati terhadap Indonesia. Namun juga kulinernya. Ingat mengapa
bangsa Eropa datang jauh-jauh dari Eropa? Benar, mulanya untuk mencari
rempah-rempah. Kelezatan berbagai masakan yang murni dari Indonesia memang
tidak ada duanya.
Salah satu masakan yang menarik
di Yogyakarta yaitu gudek. Kurang lengkap rasanya jika singgah di kota ini
tanpa mencicipi gudek nya. Banyak penjaja makanan ringan maupun berat di sepanjang
Jalan Malioboro dan
alun-alun kota. Harganya cukup terjangkau dan rasanya cukup memuaskan. Siapapun
yang mencicipi gudek Yogyakarta akan dibuat jatuh hati melalui lidah.
Kota Yogyakarta telah memberikan
saya banyak kenangan. Terutama suasana malamnya yang mengesankan di alun-alun
kota. Menghabiskan malam di bawah langit kota pelajar ditemani bintang yang
bertaburan dan udara yang masih segar serta tidak banyak polusinya, merupakan
kenangan sederhana yang masih saya ingat sampai sekarang. Bagaimana alun-alun
kota pelajar di hiasi kelap-kelip lampu jalanan serta suara hentakan kaki
delman. Tua
muda, jawa sunda, orang timur bahkan turis asing dapat dijumpai di sana. Mengesankan
bukan?
Menginjak usia remaja, tepatnya
pada usia 17 tahun. Saya mengunjungi kota yang terkenal dengan kelezatan kapal
selamnya. Namun bukan Palembang, melainkan
Lampung. Disana saya mendapatkan banyak momen yang semakin membuat saya
berdecak kagum terhadap nusantara yang sangat indah.
Perjalanan ke Lampung merupakan
perjalanan pertama saya menyebrangi pulau. Menginjakkan kaki di pulau Andalas,
Sumatera. Dari ketinggian 30.000 kaki, saya dapat melihat dengan jelas sedikit
dari 3.257.483 km2 perairan Indonesia. Sungguh sedikit, namun tetap
menakjubkan. Bagaimana perairan selat antara Indonesia dan Sumatera terlihat
biru dihiasi beberapa pulau kecil didalamnya.
Tidak kalah dengan kota pelajar,
keramahan masyarakat kota ini tidak perlu diragukan. Masyarakat setempat
berlaku ramah terhadap siapapun yang ditemuinya, tidak memandang ras maupun
agama. Saling bertukar senyum juga sapa.
Perjalanan-perjalanan ke dua kota
tersebut menguatkan pola piker saya
bahwa keberagaman merupakan hal yang indah selama ada toleransi di dalamnya.
Bahwa persatuan tercipta karena adanya perbedaan. Maka dari itu, sebagai salah
satu anak bangsa, saya akan berusaha menjaga toleransi tersebut dilingkunganku
maupun ditempat yang saya singgahi. Namun, pemahaman tersebut tidak hanya
datang dari suatu perjalanan.
Salah satu momen yang masih tidak
saya lupakan tentang keberagaman dan toleransi terjadi pada tahun 2015, saat
itu saya sudah menginjak masa remaja, 15 tahun. Tepatnya pada Hari Raya Idul
Fitri 1436 Hijriyah, saya membaca salah satu berita di koran elektronik
terpercaya. Di sana
dimuat bahwa Gereja Katerdal menyediakan lahannya untuk digunakan sebagai
tempat parkir umat Islam yang melaksanakan sholat di Masjid Istiqlal.
Sebaliknya saat natal, Istiqlal mengizinkan lahannya untuk tempat parkir umum.
Hal tersebut sudah menjadi tradisi semenjak lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Peristiwa
sederhana namun menunjukan erat nya tolerani antar umat beragama di Indonesia.
Masih banyak momen-momen yang
saya dapat dari suatu perjalanan atau suatu kejadian tentang keberagaman dan
toleransi di Indonesia. Hal yang membuat saya takjub sekaligus jatuh cinta
karenanya. Hal yang sangat ingin saya jaga dan pertahankan demi keberlangsungan
negara ini. Karena percuma saja bila negara ini menjadi negara maju dalam
perekonomian, pendidikan maupun hankamnya tanpa ada toleransi didalmnya. Karena
pada akhirnya, kurangnya toleransi akan menyebabkan disintegrasi bangsa.
Keinginanku mungkin terlihat
sederhana, namun untuk apa pencapaian-pencapaian lain jika negeri kita terpecah
belah? Mari menjadi warga negara yang cerdas, tidak apatis dan menjaga
toleransi, sebagai bentuk cinta terhadap tanah airnya. Juga, sebagai salah satu
cara demi berlangsungnya Indonesia yang utuh serta terciptanya Indonesia yang lebih baik.
seperti biasa, dijadikan referensi aja ya gaes kalo kalian mau buat essay:)
Komentar
Posting Komentar